Connect with us

Ekonomi

Tidak Perlu Panik dengan Pelemahan Rupiah, Indikator Perekonomian Kita Kokoh

Published

on

JAKARTA, Kabartanahpapua.com – Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Denni Puspa Purbasari menegaskan trend penurunan nilai mata uang Rupiah terhadap Dolar AS yang sedang terjadi, tidak akan mencapai titik krisis moneter seperti tahun 1998.

Menurut Denni, Pemerintah saat ini tidak panik dan lebih mawas diri dalam mengobservasi data market Indonesia serta berbagai perkembangan terkini di dunia internasional.

“Indonesia memiliki pengalaman sebagai negara yang pernah mengalami krisis-krisis sebelumnya. Karena itu percayalah, pemerintah dapat melakukan aksi pencegahan agar kita tak jatuh dalam krisis,” kata Denni pada DBS Asian Insight Seminar bertema ‘A Look into Stability and Sustainability: Political and Economic Perspective’ di Jakarta, baru-baru ini.

(Baca Juga: APBN 2019 Fokus Menjaga Ekonomi dan Sosial Masyarakat Hadapi Ketidakpastian Global)

Dalam perbincangan di salah satu stasiun radio bersama Doudy Joun Tatipang, Kamis (6/9/2018), Denni menekankan agar masyarakat tidak perlu panik dan reaksioner menghadapi kondisi ini.

“Situasi Indonesia ini jauh berbeda dibandingkan kondisi pada 1998 atau 2008. Satu hal yang pasti bahwa pada saat ini cadangan devisa kita jauh lebih kuat, lima kali lebih kuat dibanding 1998,” ujar Denni.

Hal positif lain, kata Denni, Bank Indonesia (BI) mencatat adanya aliran masuk modal asing mencapai 4,5 miliar Dolar AS ke Indonesia.

“Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga solid serta peringkat surat utang pemerintah tidak masalah, sehingga kita masuk dalam investment grade yang bagus atau layak investasi menurut lima lembaga pemeringkat ekonomi,” ungkap doktor ekonomi lulusan University of Colorado ini.

Perbandingan indikator ekonomi Indonesia, Turki, dan Argentina. (KSP)

Iapun membandingkan posisi Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia dengan bank sentral di Turki dan Argentina. “Bank Indonesia punya independensi. Ini beda dengan intervensi yang dilakukan pemerintah Turki dan Argentina terhadap bank sentralnya, sehingga ada hambatan ketika bank sentral ingin menaikkan suku bunga, misalnya,” kata Denni.

Juga tak kalah penting, menurut Denni, bahwa Indonesia memiliki hubungan cukup baik dengan bank sentral negara lain seperti Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, dan Australia.

“Kita punya bilateral soft arrangement, jadi misalnya kita butuh dolar, kita bisa minta bank sentral negara-negara itu untuk membackup. Walaupun sebenarnya cadangan devisa kita saat ini ada US$118 miliar,” papar Denni.

Menghadapi gejolak ekonomi global ini, kata Denni, Pemerintah menguatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan juga Otoritas Jasa Keuangan.

“Pemerintah bahkan sejak tahun lalu menahan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk menjaga daya beli masyarakat, termasuk dengan meningkatkan subsidi untuk solar serta efisiensi premium oleh Pertamina,” ungkap Denni.

Denni mengingatkan bahwa Indonesia sebagai negara pengekspor minyak dan beberapa komoditas lain juga diuntungkan oleh fluktuasi nilai Rupiah terhadap Dolar AS. Dalam kondisi ini, pemerintah juga mendapatkan windfall berupa kenaikan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Keuntungan ini antara lain digunakan untuk mensubsidi solar agar dapat menstimulasi produktivitas di bidang industri khususnya transportasi barang dan jasa,” paparnya.

(Baca Juga: Pertamina: Belum Ada Rencana Menaikkan Harga BBM)

Faktor lain, menurut Denni, terlihat dari daya dukung masyarakat yang masih positif. Hal ini terlihat dari nilai konsumsi masyarakat yang sudah tumbuh di atas 5 persen. Namun hal positif ini harus terus dipantau, beserta beberapa indikator lainnya.

“Stabilitas ekonomi itu sangat penting. Kita tidak bisa hidup dalam kondisi besar pasak daripada tiang. Apabila bertahan seperti itu ekonomi kita bisa jatuh,” kata akademisi yang pernah menjadi anggota Tim Asistensi Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk Kerja Sama Internasional, Tim Asistensi Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, serta Asisten Staf Khusus Wakil Presiden RI Boediono.

“Intinya, berkaca dari indikator-indikator ekonomi yang baik tadi, masyarakat tidak perlu panik. Yang terjadi di dunia sana, biarlah terjadi di sana. Kita tetap saja fokus bekerja membangun bangsa,” ujar Denni. (Fox)

Komentar