Connect with us

Ekonomi

Menanti Efek Berganda Blok Masela

Published

on

JAKARTA, Kabartanahpapua.com – Dalam kunjungannya di Kalimantan Timur, 23 Maret 2016, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk mengubah skema pengembangan Blok Masela dari kilang liquefied natural gas (LNG) terapung menjadi LNG darat.

Keputusan tersebut membuat Inpex Corporation harus merevisi Rencana Pengembangan (Plan of Development/PoD) Lapangan Abadi Blok Masela.

“Dari kalkukasi, dari perhitungan, dari pertimbangan-pertimbangan yang sudah saya hitung kita putuskan dibangun di darat. Dengan pertimbangan yang pertama kita ingin ekonomi daerah juga ekonomi nasional itu terimbas dari adanya pembangunan blok Masela. Yang kedua juga pembangunan wilayah, regional development juga kita ingin agar terkena dampak dari pembangunan besar proyek Marsela ini,” ujar Presiden saat itu.

Kesepakatan revisi rencana pengembangan Blok Masela di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku ini akhirnya selesai dan disepakati oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Inpex Corporation.

Revisi PoD tersebut telah diserahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan kepada Presiden Joko Widodo, bertepatan kunjungan delegasi Inpex Corporation di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, ada empat hal penting terkait investasi di Indonesia yang bisa diambil dari kesepakatan dengan Inpex ini. Pertama, ini merupakan investasi yang memiliki nilai besar, yaitu sekitar USD20 miliar atau setara Rp288 triliun.

“Ini sangat besar kan, sekitar USD20 billion (Rp288 triliun) untuk satu proyek berani dilakukan di Indonesia. Berarti kan Indonesia cukup bagus untuk investasi besar,” ujar Dwi usai penyerahan revisi PoD di Istana Merdeka.

Kedua, kata Dwi, proyek ini berlokasi di Indonesia bagian timur yang jika ditinjau dari segi infrastruktur belum sebaik Indonesia bagian barat. “Hal ini membuka peluang investasi di wilayah-wilayah lain yang masih belum dieksplorasi,” katanya.

Ketiga, proyek ini dilakukan di laut dalam. “Blok Masela, dengan luas area lebih kurang 4.291,35 kilometer persegi, terletak di Laut Arafura, sekitar 800 kilometer sebelah timur Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan kedalaman laut 300–1.000 meter,” papar Dwi.

Keempat, proyek ini akan meningkatkan pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia. Dwi menuturkan, nantinya pengelolaan Blok Masela akan dilakukan di lepas pantai (off-shore) dan di darat (on-shore).

Dari sumur-sumur di lepas pantai, akan ada pipa-pipa menuju floating processing unit untuk memisahkan antara minyak dan gas. Kemudian gas akan disalurkan dengan pipa hingga sampai ke darat, sepanjang 180-200 kilometer.

“Kalau dulu di floating, tidak bisa kita punya gas pipa. Tapi karena di on-shore, bisa meningkatkan gas yang kita salurkan maka ada gas pipanya. Untuk apa gas pipanya? Nanti untuk pabrik petrokimia,” katanya.

Di samping nilai investasi sebesar Rp288 triliun, ia menargetkan akan ada investasi di bidang petrokimia yang nilainya berkisar USD1,5-2 miliar.

Dalam pengembangan proyek ini, Inpex diperkirakan akan menghasilkan gas sebanyak 9,5 juta ton per tahun dalam bentuk LNG dan 150 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/mmscfd) untuk gas pipa.

“Tadi disampaikan bahwa revenue yang bisa di-collect sampai 2055 adalah sekitar USD137 miliar. Jadi ini cukup besar dampaknya terhadap perekonomian nasional,” ucap Dwi.

Dalam proyek di Blok Masela ini, Inpex Corporation tidak sendirian memegang participating interest. Inpex melalui anak perusahaannya Inpex Masela Ltd berbagi dengan Shell Upstream Overseas Services dengan komposisi 65 persen dan 35 persen.

“Yang sekarang iya masih sama Shell. 65 persen Inpex, 35 persen Shell. Tetapi nanti akan ada 10 persen untuk daerah. Jadi secara proporsional mereka akan berkurang karena ada 10 persen untuk daerah,” kata Dwi. (Fox)

Komentar