Connect with us

Nasional

Pembantaian di Nduga Bukan Kriminal Biasa, Tapi Aksi Terorisme oleh OPM

Published

on

JAYAPURA, Kabartanahpapua.com – Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menegaskan pemerintah mengutuk keras pembantaian warga sipil yang dilakukan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Kabupaten Nduga, Minggu (2/12/2018) kemarin.

Seperti diberitakan sebelumnya, KKSB atau yang sering menamakan diri Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah menyandera dan membantai 19 orang pekerja jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga.

“Ini bukan hanya aksi kriminal biasa. Ini aksi terorisme oleh OPM,” kata Moeldoko di Bina Graha Kantor Staf Presiden, Rabu (5/12/2018).

(Baca Juga: PT Istaka Karya Akui Penyerangan Terhadap Kamp Pekerja Mereka di Distrik Yal)

Panglima TNI 2013-2015 itu mengatakan bahwa aparat keamanan TNI-Polri akan bergerak cepat untuk memulihkan keamanan di Kabupaten Nduga, dan Papua secara umum. Saat ini, kata dia, ada 150 anggota TNI-Polri sudah digerakkan untuk memulihkan kondisi keamanan di Kabupaten Nduga.

“Pemerintah tidak ingin orang-orang yang sedang bekerja di sana, maupun masyarakat asli Papua merasa tidak aman. Jadi langkah ini sebagai upaya untuk melindungi warga sipil, baik itu warga asli Papua ataupun pendatang dari gangguan KKSB,” ujar Moeldoko.

Ia menegaskan bahwa aksi biadab KKSB ini tidak akan menghentikan upaya pemerintah untuk membangun Provinsi Papua.

“Pembangunan di Papua tetap dilanjutkan, karena ini adalah upaya membuka infrastruktur daerah tertinggal yang menjadi visi Presiden Jokowi,” ujar Moeldoko.

Kelompok ini telah menyerang dan membunuh belasan pekerja PT Istaka Karya (Persero) yang sedang membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga. Saat ini, jumlah korban tepatnya masih dikonfirmasikan.

Pekerja PT Istaka Karya (Persero) yang mengalami luka-luka dievakuasi ke RSUD Wamena. (ist)

Selain itu, KKSB juga menyerang pos TNI di Distrik Mbua pada Senin (3/12/2018) yang mengakibatkan Serda Handoko meninggal dan satu lagi terluka tembak. Ia berpesan agar TNI dan Polri tidak perlu terprovokasi dengan kejadian ini.

“Tetaplah berlaku profesional dan proporsional. Jangan terpancing melakukan aksi balas dendam. Tunjukkan bahwa prajurit dan bhayangkara akan menjaga dan mengawal pembangunan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat Papua,” ungkap peraih bintang Adhi Makayasa 1981 itu.

Penggiat HAM Jangan Menerapkan Standar Ganda

Pada kesempatan itu, Moeldoko meminta agar pihak-pihak yang selama ini melihat dari sudut berbeda untuk tidak menerapkan standar ganda terhadap kejadian di Nduga dan langkah yang diambil pemerintah.

Saat terjadi kekerasan dari pihak TNI dan Polri, kelompok penggiat HAM bersuara lantang. Maka pada peristiwa pembantaian warga sipil ini, hendaknya standar serupa harus diterapkan pada pelaku kejahatan kemanusiaan ini.

“Jangan melihat peristiwa yang terjadi di Papua dengan sebelah mata,” ungkapnya.

(Baca Juga: Pos TNI di Mbua Diserang KKSB, Satu Prajurit TNI Gugur)

Ia menjelaskan bahwa pemerintah akan memetakan daerah-daerah mana yang tidak aman dan memerlukan penjagaan khusus.

“Kami juga akan data perusahaan-perusahaan atau BUMN mana saja yang memerlukan pengawalan dalam melakukan pekerjaan strategisnya di Papua,” kata mantan Wakil Gubernur Lemhanas ini.

Saat ini, Pemerintah sedang berupaya merampungkan pembangunan jalan Trans Papua, khususnya yang menghubungkan Wamena, Kabupaten Jayawijaya dengan Mumugu, Kabupaten Asmat sepanjang 278,6 kilometer.

Dari total 35 jembatan yang ada di ruas jalan itu, 14 di antaranya dibangun oleh PT Istaka Karya. Saat ini, 11 jembatan sedang dalam proses pengerjaan.

“Kabupaten Nduga termasuk zona merah. Daerah ini simbol kemiskinan, keterbelakangan, dan rawan konflik sosial. Pemerintahan Jokowi memperhatikan benar pembangunan kawasan tertinggal di Papua,” ungkapnya. (Fox)

Komentar