Connect with us

Nasional

Deputi V KSP: Program PascaKLB Harus Menyentuh Akar Masalah dan Memperhatikan Budaya Setempat

Published

on

AGATS, HaIPapua.com – Kepala Staf Presiden Moeldoko bersama Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy, Menteri Sosial Idrus Marham melakukan kunjungan kerja ke Agats, Kabupaten Asmat, Kamis (22/2/2018) kemarin.

Menurut Menko Puan Maharani, kunjungan tersebut bertujuan untuk memastikan agar pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial (bansos) berjalan dengan baik. Begitu pula dengan percepatan pembangunan infrastruktur dasar dan pemberdayaan masyarakat di Asmat.

“Mitigasi terkait dengan kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk bisa dilakukan secara holistik dengan semua kementerian dan lembaga terkait dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pemerintah ingin melakukan langkah-langkah holistik berkesinambungan secara bertahap. Jadi, bukan karena KLB-nya sudah dicabut lalu ditinggalkan,” kata Menko Puan Maharani dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/2/2018).

(Baca Juga: Menko PMK: Pemerintah Ingin Program Berkesinambungan dan Bertahap di Asmat)

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan kegiatan tanggap darurat selama KLB selama hampir sebulan sejak awal Januari hingga 5 Februari telah dilakukan. Selanjutnya, kata dia akan dilanjutkan dalam bentuk satuan tugas berjangka menengah dan panjang.

“Jangka menengah akan berakhir pada 31 Desember 2018, sedangkan jangka panjang akan sampai tahun 2024. Dalam jangka pendek selama status KLB diberlakukan, sudah lebih dari 17 ribu anak-anak divaksinasi,” kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Jumat (23/2/2018).

Sebelum kunjungan kerja tersebut, Rabu (21/2) lalu, telah dilakukan rapat koordinasi guna mendetailkan rencana program lintas kementerian di Posko Kesehatan Terpadu di Agats yang melibatkan Bupati Asmat Elisa Kambu, Komandan Satgas Kesehatan TNI, Brigjen TNI Asep Setia Gunawan bersama beberapa pejabat dari Kementerian Perhubungan, PUPR, Kemenko PMK dan Deputi V Kepala Staf Kepresidenan.

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani dalam rapat tersebut mengingatkan pentingnya memastikan bahwa pelaksanaan program jangka menengah dan panjang tersebut dapat menyentuh akar permasalahan, tidak hanya menyangkut urusan kesehatan semata-mata.

“Yang juga harus diperhatikan adalah bagaimana memastikan supaya program ini dapat berjalan secara efektif, dengan tetap mempertimbangkan budaya masyarakat setempat,” ujar Jaleswari.

(Baca Juga: KLB Asmat adalah Cobaan bagi Bangsa Indonesia, TNI Selalu Siap Membantu)

Dansatgaskes TNI, Brigjen TNI Asep Setia Gunawan mengatakan bahwa penanganan dan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dalam jangka menengah dan panjang akan dipimpin langsung oleh Bupati Asmat yang didampingi Komandan Kodim Merauke yang membawahi Koramil Agats.

“Pasukan TNI yang tadinya berjumlah sekitar 250 orang, kini dikurangi menjadi sekitar 50 personel, ditambah tenaga dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial,” kata Brigjen TNI Asep yang kini menjabat sebagai Komandan Korem 174 ATW Merauke.

Asmat yang berdiam diatas tanah sedimentasi dialiran sungai besar. (ong/Kabartanahpapua.com)

Medan yang Sulit

Kabupaten Asmat yang merupakan pemekaran wilayah Kabupaten Merauke, memiliki medan yang sangat berat dan menantang. Jumlah penduduk kabupaten ini sekitar 94 ribu jiwa, yang tersebar di 23 distrik dan 224 kampung. Sekitar 70 persen dari wilayah ini adalah tanah hasil pengendapan atau sedimentasi dan dilintasi oleh 7 sungai besar. Ibukota kabupaten, Agats, hanya bisa dijangkau dengan menggunakan perahu cepat dari Ewer.

Tidak ada kendaraan roda empat di sana, dan semua motor roda dua bertenaga listrik. Untuk menjangkau kampung terdekat dari Agats seperti Kapi, As dan Atat, digunakan perahu cepat dengan biaya sekitar Rp3-5 juta sekali jalan. Dengan kondisi rawa-rawa, air bersih hanya diperoleh dari air hujan yang ditampung dalam tangki-tangki berukuran 500-1000 liter. Penduduk setempat mengandalkan hasil hutan dan ikan dari sungai-sungai yang mengelilingi wilayah tersebut.

(Baca Juga: Tantangan Kesehatan Papua: Alam, Manusia, dan Tatakelola)

Dari 23 distrik yang terdapat di Kabupaten Asmat, setidaknya hanya dua distrik yang memiliki area daratan yakni Distrik Pantai Kasuari dan Distrik Suru Suru. Sisanya merupakan wilayah pemukiman yang terletak di atas rawa-rawa. Selain penyakit campak dan gizi buruk, di beberapa kampung juga masih ditemukan masyarakat yang menderita penyakit kusta. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, organisasi keagamaan, dan sosial, sedikit membantu, tetapi belum memecahkan persoalan dasar yakni minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat.

“Oleh karena itu, dalam jangka menengah dan panjang, diperlukan edukasi yang lebih intensif untuk memecahkan persoalan sosial ekonomi masyarakat Asmat. Tantangan lainnya adalah minimnya sumber daya manusia yang terlibat dalam pembangunan manusia Asmat dalam jangka panjang. Medan yang sulit dijangkau membuat tidak sedikit petugas lapangan, terutama tenaga medis dan guru, tidak berada di lokasi-lokasi layanan kesehatan dan sekolah yang ada di kampung-kampung atau distrik,” kata Jaleswari. (Ong)

Komentar