Connect with us

Tanah Papua

John Rettob: Hasil Sidang Kode Etik akan Mempengaruhi Gugatan Hukum OMTOB

Published

on

JAYAPURA, HaIPapua.com – Calon Wakil Bupati Mimika, Johanes Rettob berharap sidang kode etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap 5 orang komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Mimika akan menguak ketidakberesan penyelenggaraan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Mimika.

Menurut John, jika sidang kode etik mengabulkan permohonan mereka maka akan mempengaruhi gugatan lainnya yang saat ini diajukan oleh Tim Hukum pasangan Petahana Bupati Mimika, Eltinus Omaleng – Johanes Rettob (OMTOB).

“Sidang Kode Etik yang berlangsung saat ini berdasarkan aduan kami pada 10 Januari lalu. Kami berharap kejahatan sistematis yang telah dilakukan komisioner KPUD Mimika akan terungkap karena sangat merugikan pasangan OMTOB,” kata John di Jayapura, Jumat (23/2/2018) lalu.

(Baca Juga: Sidang Kode Etik, Komisioner KPUD Mimika Terindikasi Lakukan Banyak Pelanggaran)

Mengenai permasalahan ijazah Bupati Mimika, Eltinus Omaleng yang dijadikan alasan menggugurkan pasangan OMTOB, kata John, bermula dari tidak harmonisnya hubungan antara Bupati Mimika dan DPRD Mimika. Dari situ, DPRD Mimika lalu membuat hak angket dengan mengisukan ijazah palsu dan penyalahgunaan wewenang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.

“Hak angket inilah yang dimintakan pendapat hukum ke Mahkamah Agung (MA) yang kemudian disetujui. Keputusan MA inilah yang dipelintir seolah-olah Bupati Mimika menggunakan ijazah palsu, padahal yang dimintakan pendapat hak angket itu,” kata John.

Dalam prosesnya kemudian, lalu ada laporan ijazah palsu ke Polda Papua dan berkembang isu surat pemecatan dari Kemendagri. Namun, secara perlahan akhirnya semua kebohongan itu terkuak dan terbukti keputusan Polda Papua yang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus tersebut.

Bahkan, kata John, MA telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Bupati Mimika melalui keputusan MA Nomor 1 PK/KHS/2017 dan membatalkan putusan MA Nomor  01 P/KHS/2017 tanggal 19 Maret 2017. “Jadi keputusan MA sebelumnya keluar tanpa meminta penjelasan Bupati Mimika, karena itu setelah dilakukan peninjauan kembali dengan memperlihatkan bukti-bukti maka MA lalu membatalkan putusan sebelumnya,” kata John.

“Demikian juga untuk ijazah, bahwa Bapak Eltinus tidak pernah sekolah di Jayapura. Beliau sekolah SMP dan SMA di Kota Makassar dan terakhir lulus dari Program Pascasarjana di Universitas Cenderawasih,” kata John.

(Baca Juga: Fegie Wattimena: Gugatan LUKMEN Terhadap KPU Papua Masih Tahap Pemberkasan)

John menegaskan bahwa pihaknya akan terus berjuang melalui jalur hukum karena telah digugurkan sepihak oleh KPUD Mimika. “Kami sudah komitmen bahwa pasangan OMTOB akan mengambil langkah-langkah hukum menghadapi KPUD Mimika yang secara sistematis telah sengaja menghambat Bupati Petahana kembali maju pada pilkada Mimika,” kata John menegaskan.

Indikasi Pelanggaran Kode Etik

Kuasa Hukum OMTOB, Zulkarnaen Yunus mengatakan dalam sidang kode etik terhadap 5 komisioner KPUD Mimika terungkap sejumlah indikasi pelanggaran kode etik pada tahapan pilkada Mimika. Saat mengambil keputusan tentang ijazah Bupati Mimika, kata Zulkarnaen, dilakukan sepihak berdasarkan kepentingan subjektif dari komisioner KPUD Mimika.

“Meski mereka sudah mengkonsultasikan masalah ijazah ini, namun hingga keputusan tidak ada jawaban dari pihak KPU Provinsi Papua ataupun KPU RI, artinya keputusan itu adalah tindakan subjektif dari komisioner tanpa mempertimbangkan bukti-bukti yang kami ajukan,” kata Zulkarnaen.

Demikian halnya dengan Ketua KPUD Mimika, Theodora Ocepina Magal yang mengakui sendiri bahwa dia adalah adik kandung calon bupati Mimika Hans Magal. Dengan status seperti itu, kata Zulkarnaen, harusnya Ocepina Magal abstain dan tidak justru menggunakan hak suaranya mendukung 2 komisioner lainnya yang jelas merugikan pasangan OMTOB.

“Bukti bahwa Ketua KPUD Mimika tidak netral karena menggunakan hak suaranya saat mengambil keputusan penting, padahal dalam undang-undang sudah disebutkan bahwa yang bersangkutan harus abstain,” kata Zulkarnaen.

(Baca Juga: ‘Pecah Kongsi’ Komisioner KPUD Mimika Dalam Rapat Pleno Penetapan Paslon)

Demikian juga dengan keputusan meloloskan pasangan Hans Magal – Abdul Muis (HAM), padahal Abdul Muis sudah pernah menjabat sebagai Bupati Mimika dan kini mencalonkan diri kembali sebagai wakil bupati Mimika.

“Menurut Peraturan Perundang-undangan, seseorang yang sudah pernah menjabat sebagai bupati, tidak diperbolehkan lagi mencalonkan diri sebagai wakil bupati di daerah yang sama. Terlebih karena keputusan pengangkatan Abdul Muis tertuang dalam keputusan Mendagri. Artinya keputusan KPUD Mimika sudah cacat sedari awal,” kata pengacara yang tergabung di Law Firm Ihza & Ihza.

Juga terkait dengan indikasi penggelembungan dukungan paslon perseorangan yang diungkapkan oleh Panwaslu dan petugas PPS serta PPD. Kesalahan lain yang dilakukan karena, KPUD Mimika tidak berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Mimika, padahal merekalah yang mengetahui jumlah KTP yang dikeluarkan.

“Bagaimana mungkin mereka bisa tahun jumlah KTP yang beredar sementara tidak berkoordinasi dengan Disdukcapil setempat. Mereka hanya mengandalkan data kependudukan yang ada di Kementerian Dalam Negeri, padahal, data itu hanya hasil perekaman e-KTP yang artinya hanya 127.128 sementara total jumlah suara sah dari 6 paslon perseorangan berjumlah 152.259,” kata Zulkarnaen.

Ketua Tim Hukum OMTOB, Marvey Dangeubun mengatakan bahwa KPUD Mimika terindikasi tidak melakukan tahapan dengan benar, bahkan tidak dilakukan verfikasi faktual terhadap dukungan paslon perseorangan.

“Kami pernah menunjukkan lembar dukungan paslon perseorangan berupa form B.1-KWK dan ada diantara petugas PPS yang mengaku baru melihat form tersebut. Padahal yang harus diverifikasi form B.1-KWK yang dilampiri foto kopi KTP dan bukan hanya bundelan KTP seperti yang banyak disampaikan PPS,” kata Marvey.

(Baca Juga: KPUD Mimika: 6 Balon Perseorangan dan 1 Balon Parpol Lolos Administrasi Pendaftaran)

Dalam persidangan, saksi dari PPS mengaku hanya diberi waktu 3 hari untuk melakukan verifikasi faktual dukungan paslon perseorangan. “Bagaimana mungkin melakukan verifikasi puluhan ribu dukungan hanya dalam waktu 3 hari,” kata Marvey.

Saat majelis sidang meminta bukti hasil verifikasi yang dilakukan oleh KPUD Mimika, kata Marvey, mereka hanya memperlihatkan rekapitulasi hasil verifikasi PPD. “Kalau Cuma membuat rekapitulasi, semua pun bisa. Tapi yang ingin kami lihat dimana form B.1-KWK yang sudah diajukan paslon perseorangan. Mana yang sah dan tidak sah karena salah satu paslon bahkan mendapat dukungan sebanyak 41 ribu,” kata Marvey.

Marvey berharap pada sidang berikutnya, DKPP bisa langsung mengambil keputusan dan berharap bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan sudah cukup untuk menyatakan kelima komisioner KPUD Mimika telah melanggar kode etik. (Ong)

Komentar