Connect with us

Nasional

Pembangunan Infrastruktur untuk Keadilan Sosial dan Menumbuhkan Nasionalisme

Published

on

ANJANI, Kabartanahpapua.com – Di hadapan tujuh ribu jemaah Nahdlatul Wathan, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko memaparkan arti penting infrastruktur dalam membangun peradaban baru Indonesia.

“Dalam 3,5 tahun, pemerintahan Jokowi telah membangun infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Moeldoko dalam sambutannya pada peringatan Adz-Zikrol Hauliyyah ke-53 Ma’had Darul Qur’an Wal Hadits Al-Majidiyyah A-Syafiiyah Nahdlatul Wathan (MDQH-NW) di Anjani, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (24/6/2018).

Moeldoko mengungkapkan kekecewaannya karena masih ada sebagian kecil orang yang masih melihat Pemerintah hanya membangun fisik belaka. “Saya tegaskan, pembangunan infrastruktur adalah membangun sebuah konektivitas,” kata Moeldoko.

(Baca Juga: Moeldoko: Melalui Seni Kita Menjaga Nilai-Nilai Luhur Bangsa)

Menurutnya, pembangunan infrastruktur bukan sekedar membangun fisik dan ekonomi, tapi juga membangun sosial budaya. “Misalnya, pembangunan kereta LRT dan MRT. Jika sudah beroperasi nanti, akan tumbuh budaya antre,” ujar Moeldoko.

Dampak pembangunan infrastruktur juga bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial dan menumbuhkan nasionalisme. “Misalnya harga bahan bakar minyak (BBM) di perbatasan atau daerah terpencil seperti di Papua sudah sama dengan di Jawa. Ini akan menimbulkan rasa nasionalisme, cinta tanah air. Dari Jawa sentris menuju Indonesia sentris,” ungkapnya.

Memasuki Revolusi Industri 4.0 di mana kemajuan teknologi informasi akan dominan dan memunculkan perubahan cepat, Pemerintah memfokuskan pada pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Sehubungan dengan pembangunan SDM Indonesia, ia sangat yakin madrasah dan pondok pesantren dapat menjadi tempat terbaik dalam membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada pengalaman Moeldoko kecil yang tumbuh dan mendapat pendidikan dari seorang kiai di sebuah surau di Kediri, Jawa Timur.

“Mungkin banyak yang tidak percaya, Moeldoko kecil hidup di surau atau langgar. Sampai dengan saat ini, saya meyakini bahwa madrasah, pondok pesantren tempat paling baik mendidik karakter bangsa. Pembangunan karakter suatu bangsa, harus dimulai dengan pendidikan yang disiplin. Itu ada di madrasah dan pesantren,” kata mantan Panglima TNI 2013-2015 tersebut.

Iapun memberikan apresiasi secara khusus terhadap kiprah Nahdlatul Wathan. “Sungguh, Pemerintah memiliki harapan yang tinggi pada Ma’had ini. Mengawal bangsa ini menjadi bangsa yang stabil, menjadi bangsa yang besar yang dikawal para santri yang memiliki ideologi dan wawasan kebangsaan yang tinggi,” ujarnya.

(Baca Juga: Moeldoko: Beri Kesempatan Presiden Bekerja, Jangan Diganggu Hal-hal Tak Substansial!)

MDQH NW adalah salah satu perguruan tinggi Islam tertua dan terbesar di NTB, yang didirikan pada 1965 saat terjadi gerakan 30 September. Hal ini menandai kebangkitan Islam kebangsaan, juga dapat dimaknai bagaimana peran Islam menjadi perekat persatuan dan kesatuan serta kebangsaan Indonesia.

Pimpinan Ma’hàd atau yang disebut Amid pertama adalah pendirinya yakni TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (wafat dalam usia 98 tahun).

“Saya sampaikan selamat kepada anak-anak yang telah di wisuda. Modal kalian selama berada di sini, telah didapatkan dengan luar biasa. Misi sosial Nahdlatul Wathan telah memberikan contoh, bagaimana menjalani peran sebagai makhluk sosial dan menjadi solusi,” pesan Moeldoko. (Fox)

Komentar
Continue Reading
Advertisement