Connect with us

Tanah Papua

Dinkes Mimika Masih Koordinasi Dengan Kemenkes Terkait Pengganti Sementara Obat Biru

Published

on

TIMIKA,KTP.com – Dinas Kesehatan Kabupate Mimika masih berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia terkait dengan pengganti obat biru atau DHP-Frimal.

Seperti diketahui bahwa obat DHP-Frimal atau yang biasanya disebut obat biru sejak bulan Maret 2025 lalu kosong di Mimika.

Hal ini mengakibatkan pasien yang terpapar malaria di Mimika, Papua Tengah sulit untuk mendapatkan obat yang ampuh untuk menyebuhkan sakitnya dan hanya mengandalkan obat seadanya saja.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Reynold Ubra pihaknya telah berkoordinasi dengan Kemenkes RI terkait dengan hal tersebut.

Adapun obat pengganti DHP-Frimal adalah D-arteep Dispersible berwarna putih. Katanya, obat ini punya khasiat yang sama dengan obat biru, namun ada sedikit perbedaan pada dosisnya.

“Obat itu untuk sementara, mudah-mudahan bulan Juni ini sudah ada. Saya sudah komunikasi dengan Kementerian Kesehatan, target memang dari bulan Maret itu, nanti akhir-akhir Juni itu baru obat biru,” kata Reynold Ubra.

Dikatakan, obat D-arteep Dispersible punya khasiat yang sama dengan obat biru, yaitu membereskan parasit di dalam darah manusia yang terpapar malaria.

Namun, pil berwarna putih ini mempunyai dosis yang sedikit lebih rendah dari DHP-Frimal. Oleh karena itu, jika dosis obat biru yang diberikan kepada seorang pasien malaria adalah 3 dan seterusnya sesuai berat badan, maka pil berwarna putih akan diberikan dengan dosis dalam jumlah banyak.

“Itu tidak masalah. Jangan khawatir, obat itu tetap obat malaria obat program yang memiliki efek untuk bisa menyelesaikan infeksi parasit di dalam darah,” ungkap Reynold kepada wartawan, Kamis 5 Juni 2025 lalu.

Sementara itu, menurut Reynold bahwa hal yang paling penting untuk dilakukan oleh seorang pasien adalah menjaga kepatuhan dalam mengkonsumsi obat.

Kemudian, kebersihan lingkungan juga menjadi salahsatu faktor pendukung yang paling penting untuk mencegah malaria.

Penegasan ini perlu menjadi perhatian bersama semua masyarakat di Kabupaten Mimika mengingat kebersihan lingkungan di Mimika yang kian memperihatinkan.

Salahsatu yang menjadi ancaman dalam mengeliminasi malaria adalah sampah plastik yang seolah tidak terbendung di Mimika.

“Kota Timika ini plastiknya terlalu banyak makanya nyamuk bersahabat dengan kita,” ujarnya.

Reynold menyebutkan, saat ini tak ada satupun kawasan di Kabupaten Mimika yang terbebas dari jentik nyamuk. Padahal, dinas kesehatan melalui satuan kerja setiap harinya melakukan fogging.

Namun, pola hidup masyarakat yang masih jauh dari kata bersih dengan kebiasaan membuang sampah sembarangan serta tidak teratur membuat upaya-upaya yang dilakukan tidak berjalan maksimal.

“Selagi kami melakukan penyemprotan tetapi masyarakat tetap buang sampah, masih banyak genangan, kemudian air minum, kita hari ini kan punya beban terutama penyakit menular berbasis vektor, ada malaria ada DBD. Jadi di dalam rumah kita diserang DBD, di luar rumah kita diserang malaria. Nyamuk kan tidak punya otak, nyamuk itu berkembang secara biologis, kita yang punya otak. Sangat baik ya kita bijak untuk tempat di mana kita tinggal,” tegasnya.

Kata Reynold, puncak gigitan nyamuk di wilayah Mimika umumnya berakhir pada pukul 21.00 WIT atau jam 9 malam. Namun, aktivitas masyarakat Mimika yang bisa dibilang biasanya berlangsung selama 1×24 jam menyebabkan setiap orang bisa menjadi santapan lezat untuk satu ekor nyamuk.

Ia melanjutkan, mencegah gigitan nyamuk merupakan salahsatu hal paling serius yang harus dilakukan bersama dengan kesadaran penuh masing-masing orang. Sebab, malaria merupakan penyakit kuno yang masih ada hingga kini.

Reynold pun berpesan kepada masyarakat agar juga melakukan upaya-upaya lain seperti menggunakan krim anti nyamuk, memakai pakaian tertutup serta tidur menggunakan kelambu dan lainnya.(MWW)

Komentar
Continue Reading
Advertisement
   
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *