Published
7 tahun agoon
OKSIBIL, Kabartanahpapua.com – Kondisi Kota Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang masih mencekam menyusul ribuan warga yang berasal dari kampung-kampung masih menduduki perkantoran dan bandar udara untuk mendesak Bupati Costan Oktemka mundur dari jabatannya. Aksi ribuan warga yang berlangsung sejak Kamis (10/5/2018) lalu, mengakibatkan aktivitas pemerintahan dan penerbangan lumpuh total.
Amos, warga Oksibil yang dihubungi Kabartanahpapua.com mengatakan aksi kali ke-2 ini mempertanyakan tindak lanjut laporan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan bupati dan jajarannya yang sudah mereka sampaikan kepada Pejabat Gubernur Papua Mayjen TNI (Purn) Soedarmo pertengahan April 2018 lalu.
“Massa mendesak jika Gubernur tidak mampu mencopot bupati, maka mereka mendesak agar Presiden Jokowi datang ke Oksibil mencopot bupati,” kata Amos melalui telepon selulernya, Selasa (15/5/2018).
(Baca Juga: Kegiatan HUT Pegunungan Bintang Berujung Rusuh dan Desakan Pencopotan Bupati)
Ribuan massa ini, kata Amos, bahkan mengancam memisahkan diri dari NKRI dan bergabungan dengan Papua Nugini (PNG) jika bupati tidak dicopot. Menurut mereka, kata Amos, selama dua tahun kepemimpinan Bupati Costan Oktemka, tidak ada pembangunan di Kabupaten Pegunungan Bintang.
“Mereka mempertanyakan hasil dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pegunungan Bintang sebesar Rp1,6 triliun,” kata Amos.
Sejumlah tokoh masyarakat yang ikut mendukung aksi massa ini, kata Amos, mengungkapkan selama memimpin Kabupaten Pegunungan Bintang, Costan sama sekali tidak melakukan asas pemerintahan yang baik, bahkan cenderung otoriter.
“Katanya, bupati sesuka hati mencopot kepala kampung, kepala distrik dan kepala dinas yang tidak mengikuti kemauan bupati. Bahkan sektor perekonomian juga diduga kuat dikuasai oleh orang-orang dekat bupati karena harga-harga barang pokok tidak terkendali,” kata Amos menceriterakan masalah yang berulang kali diungkapkan pengunjuk rasa.
Ratusan warga menduduki landasan pacu Bandar Udara Oksibil sehingga melumpuhkan aktivitas penerbangan ke daerah itu. (ist)
Setelah hampir sepekan melumpuhkan Kota Oksibil, kata Amos, para pengunjuk rasa kini memalang semua kantor pemerintahan Kabupaten Pegunungan Bintang. Sebelumnya, mereka juga sempat berusaha mengambil alih kantor KPUD dan Panwaslu Pegunungan Bintang namun dihadang aparat kepolisian.
“Semua kantor pemerintahan sudah dipalang massa pengunjuk rasa sehingga sekarang praktis aktivitas pemerintahan Kabupaten Pegunungan Bintang lumpuh total. Bandar Udara Oksibil juga masih tertutup karena massa menduduki landasan pacu,” kata Amos menceriterakan kondisi Oksibil, Selasa (15/5/2018).
Menurut Amos, belum diketahui sampai kapan aksi warga ini karena Bupati Costan sejauh ini belum mau bertemu dengan pengunjuk rasa.
(Baca Juga: Danrem 172/PWY: Kondisi Oksibil Sudah Kembali Kondusif)
Sementara itu, Bupati Costan didampingi kuasa hukumnya Pieter Ell beberapa waktu lalu dalam konferensi pers di Jayapura, mendesak kepolisian menangkap para dalang dibalik unjuk rasa ribuan warga di Oksibil. Costan membantah semua tuduhan korupsi yang dialamatkan kepadanya, dan ia meminta kepolisian agar menangkap provokator aksi massa di Oksibil.
Pernyataan serupa dari Bupati Costan, kembali dimuat salah satu media cetak di Jayapura menyikapi aksi unjuk rasa ribuan warga hampir sepekan ini. Costan menuding lawan politiknya pada pilkada lalu menjadi dalang aksi unjuk rasa ini.
“Aparat kepolisian harus menangkap para provokator unjuk rasa, karena aksi ini telah melumpuhkan aktivitas Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang,” tulis salah satu media cetak di Jayapura.
Puluhan warga berusaha menduduki Kantor KPU dan Panwaslu Pegunungan Bintang namun dihadang aparat kepolisian, Sabtu (12/5/2018). (ist)
Sementara itu, kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan jalan desa dengan tersangka Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pegunungan Bintang berinisial DG yang ditangani Ditkrimsus Polda Papua terkesan jalan ditempat.
Pada November 2017 lalu, Ditkrimsus Polda Papua menetapkan DG bersama 3 orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan jalan desa di 5 lokasi berbeda. Proyek ini didanai oleh dana hibah Pemerintah Provinsi Papua yang bersumber dari alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp5 miliar.
“Dari hasil pemeriksaan terhadap kasus ini ditemukan ketidaksesuaian proyek dengan pelaksanaan di lapangan, serta ditemukan adanya mark up. Bahkan salah satu dari 5 proyek ini diduga fiktif,” kata Direktur Reskrim Khusus Polda Papua Kombes Pol Edy Swasono di Mapolda Papua, November 2017 lalu. Sejauh ini, kasus dugaan tindak pidana korupsi ini belum juga dilimpahkan ke Kejaksaan.
Sementara itu, dalam rilis hasil hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2017 yang dirilis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Papua, Rabu (9/5/2018) lalu memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) kepada Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang.
(Baca Juga: Kota Jayapura dan 7 Kabupaten lain Mendapat Predikat WTP dari BPK)
Dari hasil pemeriksaan BPK itu, Kabupaten Pegunungan Bintang bersama 5 kabupaten lain mendapat opini WDP yakni, Kabupaten Keerom, Yalimo, Lanny Jaya, Supiori, dan Intan Jaya.
Kepala BPK RI Perwakilan Papua Adi Sudibyo mengatakan pemeriksaan yang dilakukan BPK bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran LKPD dengan memperhatikan kesesuaian dengan Standar Akuntasi Pemerintah (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas Sistem Pengendalian Internal.
“Kami berpesan kepada 6 kabupaten dengan opini WDP agar melakukan perbaikan guna mengeliminasi kelemahan agar penyajian LKPD ke depan semakin baik,” kata Sudibyo. (Mas/Ong/Ern)