Tanah Papua
Saksi Ahli Bantah Semua Dalil Para Penggugat Hasil Pilkada Mimika di MK
Published
5 tahun agoon

JAKARTA, Kabartanahpapua.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Mimika 2018 dengan agenda mendengar keterangan pemohon, termohon, dan pihak terkait di ruang sidang MK, Jakarta, Senin (3/9/2018) kemarin.
Pada sidang ke-3, Majelis Hakim Konstitusi langsung menghadirkan 3 pemohon sekaligus yakni pemohon perkara Nomor 53/PHP.BUP-XVI/2018 dari pasangan calon (paslon) Hans Magal-Abdul Muis (HAM), pemohon perkara Nomor 67/PHP.BUP-XVI/2018 dari paslon Philipus Wakerkwa-H Basri (Philbas), dan pemohon perkara Nomor 68/PHP.BUP-XVI/2018 dari paslon Petrus Yanwarin-Alpius Edoway (Petraled).
(Baca Juga: Sengketa Pilkada Serentak 2018 di MK, Terbanyak dari Papua)
Menurut Ketua Majelis Hakim Anwar Usman mengatakan penggabungan tiga perkara ini karena objeknya sama. “Jadi sudah kami cermati setelah sidang dua perkara tadi (perkara Nomor 51/PHP.BUP-XVI/2018 dari paslon Robertus Waropea-Albert Bolang (RnB) dan perkara Nomor 52/PHP.BUP-XVI/2018 dari paslon Wilhelmus Pigai-Athanasius Allo Rafra), ternyata memang sama,” kata Anwar Usman mengawali sidang ke-3.
Dalam sidang PHP Bupati Mimika 2018 mengerucut pada dugaan tidak adanya Surat Keputusan (SK) pengangkatan petugas KPPS dan TPS di 8 Distrik, ketiadaan kotak suara di 5 TPS di Kampung Minabua, Distrik Mimika Baru, dan dugaan intervensi yang dilakukan oleh Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto pada pleno Rekapitulasi Perhitungan Suara PPD Mimika Baru serta Pleno tingkat KPUD.
Tidak Ada SK Pengangkatan Petugas KPPS
KPUD Mimika selaku termohon menghadirkan saksi bernama Irmayani yang menjabat sebagai Kasubag Program dan Data KPUD Mimika. Dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim, Irmayani secara tegas membantah bahwa petugas KPPS yang tidak memiliki SK.
Menurutnya, KPUD Mimika telah mengeluarkan surat pemberitahuan kepada PPD dan PPS untuk mengkoordinir mengusulkan nama-nama petugas KPPS dan denah lokasi TPS pada 31 Mei 2018.
“Usulan nama-nama petugas KPPS dan denah lokasi TPS sudah diserahkan kembali ke KPUD. Selanjutnya KPUD membantu membuatkan draf SK PPS dan lampirannya,” kata Irmayani.
Saat SK petugas KPPS dan TPS ini dipermasalahkan pada pleno rekapitulasi tingkat kabupaten, kata Irmayani, Ketua KPUD Mimika (Yoe Luis Rumaikewi) mengumumkan 8 distrik yang tidak memiliki SK pengangkatan petugas KPPS.
“Padahal yang benar itu, PPD belum menyetor SK dari 8 distrik itu. Jadi bukan tidak ada,” ujar Irmayani.
“Buktinya, setelah pleno tingkat kabupaten selesai, ada dua PPD yang menyerahkan SK KPPS-nya. Dari Distrik Mimika Timur Jauh dan Distrik Mimika Barat. Untuk 6 distrik lainnya secara bertahap diserahkan ke KPUD,” papar Irmayani.
Terkait ketiadaan SK pengangkatan petugas KPPS ini juga dibantah oleh sejumlah saksi petugas KPPS yang dihadirkan pihak termohon KPUD Mimika.
Sementara itu pakar hukum tata negara, Margarito Kamis yang dihadirkan pihak terkait paslon Eltinus Omaleng-Johannes Rettob (OMTOB) mengatakan bahwa petugas KPPS yang diangkat oleh PPS dan dilaporkan pengangkatannya kepada KPU tidak punya kewajiban untuk memperlihatkan SK pengangkatan kepada pemilih.
“Apa hukumnya jika pengangkatan mereka hanya dibacakan secara terbuka di tempat pemungutan suara dan surat pengangkatan tidak diberikan. Hal tersebut tidak bermasalah dan pemungutan suara harus dianggap sah. Tindakan melaporkan pengangkatan PPS dan tidak memberikan surat keputusan pengangkatan PPS bukan syarat sah pemungutan suara,” ujar Margarito.
(Baca Juga: Kuasa Hukum KPUD Mimika dan OMTOB Bantah Tuduhan 5 Paslon di MK)
“Pembacaan SK pengangkatan secara terbuka di hadapan umum jauh lebih bernilai karena memenuhi unsur transparansi dan publisitas,” katanya menambahkan.
Mengenai SK pengangkatan anggota KPPS sempat disinggung Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna saat membantu Irmayani menjelaskan tentang 6 distrik yang menyerahkan SK secara bertahap ke KPU.
“Kami tadi sudah lihat ketentuannya, pada PKPU Nomor 3 Tahun 2018, Pasal 19 ayat (4), bahwa pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU kabupaten/kota. Tidak ada memang penjelasan tentang kapan harus diserahkan atau berapa lama batas waktunya,” papar I Dewa Gede Palguna mengakhiri kejaran kuasa hukum paslon HAM Arsi Divinubun.
Tidak Ada Kotak Suara di Kampung Minabua
Terkait tuduhan paslon HAM bahwa tidak ada kotak suara di TPS yang ada di Kampung Minabua, kembali dibantah saksi dari KPUD Mimika. Irmayani mengakui ada kesalahan saat membagikan denah TPS yang semula 7 TPS. Setelah dilakukan pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT) di daerah tersebut, kata dia, ternyata hanya ada 5 TPS.
“Jadi untuk jumlah TPS ini sudah langsung saya klarifikasi setelah mengetahui ada kesalahan yang masih memuat 7 TPS, padahal seharusnya hanya 5,” katanya.
“Pemungutan suara di Kampung Minabua tetap berlangsung. Jadi TPS 1 dan 2 itu lokasinya tetap, TPS 3 dan 5 bertukar tempat, dan TPS 4 pindah ke lokasi yang sebelumnya menjadi TPS 6,” kata Irmayani menambahkan.
Irmayani juga membantah penyampaian dari saksi paslon HAM yang mengaku tidak mendapat klarifikasi denah TPS di Kampung Minabua.
“Denah perbaikan lokasi TPS untuk Kampung Minabua dan Kelurahan Sempan juga diantar oleh sekretariat, dan mereka bilang sudah diantar ke Lapangan Timika Indah. Tanda terimanya ada, cuma maaf saya tidak bawa,” kata Irmayani.
(Baca Juga: AKBP Agung Marlianto: Kami Salah Terlalu Percaya pada Ketua KPUD Mimika Ternyata…)
Meski para saksi dari paslon HAM, Johanis Wearbetu dan Yamenal Paul Maniagasi mempermasalahkan pemungutan suara di Kampung Minabua, nyatanya mereka tidak melaporkan hal tersebut ke Panwas Kabupaten.
“Yang Mulia, kami tidak mendapat laporan terkait hal tersebut. Kejadian seperti yang kita dengar bersama,” kata anggota Bawaslu Papua Ronald Manoa.
Dugaan Intervensi Kapolres Mimika
Dugaan intervensi yang dilakukan Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto disuarakan seragam dari para paslon. Arsi Divinubun, kuasa hukum paslon HAM menilai Kapolres telah mencampuri kewenangan dalam pleno tersebut yang seharusnya dilakukan oleh KPU dan Panwaslu.
Dugaan intervensi yang dituduhkan sejumlah saksi paslon, dibantah oleh anggota Bawaslu Ronald Manoa. Ia mengatakan, saat pleno itu situasi sudah tidak terkendali karena di antara penyelenggara dan saksi paslon saling silang pendapat terkait SK KPPS.
“Saat sidang diskors, kami diskusi dengan KPU, lalu kami sarankan tetap dilanjutkan. Kalau ada keberatan nanti isi form keberatan,” kata Ronald.
Saat persidangan dilanjutkan, kata Ronald, kembali terjadi keributan. Salah satu dari kami bertiga dari Bawaslu, Bapak Nico lalu meminta para peserta sidang pleno untuk tenang dan menghargai proses yang sedang berjalan.
“Jika saudara menghalang-halangi, ada konsekuensi hukumnya,” kata Ronald mengulang ucapan Nico saat itu. Namun, keributan kembali terjadi sehingga Kapolres mencoba menenangkan.
“Saudara sudah dengar apa yang Bawaslu sampaikan, saya peringatkan sampai 3 kali peringatan. Kalau masih ribut saya akan ambil keluar,” kata Ronald mengucapkan kembali perkataan AKBP Agung Marlianto saat itu.
Lalu, kata Ronald, ada salah satu orang dari saksi paslon nomor 4, tetap ribut dan tidak menggubris peringatan kapolres.
“Saya peringatkan, 1, 2, 3!” Masih merontak, langsung minta anggota, “Tolong amankan!” kata Ronald mengulang ucapan Kapolres. Setelah ada yang dikeluarkan dari ruang sidang, seorang saksi kembali lagi membuat ulah dan kembali dikeluarkan dari ruang sidang.
“Setelah kejadian ini, para saksi lain memilih walk out,” kata Ronald.
(Baca Juga: Diwarnai Walk Out, KPUD Mimika Tetapkan OMTOB Sebagai Pemenang Pilkada Mimika)
Dalam tuduhan intervensi tersebut, saksi ahli Margarito Kamis menilai keputusan Kapolres Mimika sudah tepat. Karena sesuai dengan norma hukum dalam UU Nomor 10/2016 ataupun UU Nomor 8/2015, serta PKPU Nomor 8/2018 bahwa rapat pleno harus berlangsung dalam keadaan aman, tertib, dan para pihak diperkenankan mengajukan protes terhadap hal yang diyakini sebagai pelanggaran.
“Andai protes-protes itu tidak ditanggapi sekalipun dan dianggap tidak layak, mestinya itu dicatat di berita acara. Dalam hal jika terjadi kekacauan, maka saya berpendapat pimpinan rapat berhak meminta aparat kepolisian untuk memastikan pleno kembali berjalan aman,” papar Margarito.
Serangan kepada Kapolres Mimika juga disampaikan saksi paslon nomor urut 1, Fredrik Yosep Welafubun. Ia mengaku telah menyerahkan bukti foto kapolres menyerahkan uang sebanyak Rp30 juta kepada PPD Mimika Baru untuk memaksa melanjutkan rekapitulasi suara tingkat PPD.
Namun, saat dikonfirmasi oleh Hakim Anggota Aswanto mengenai maksud pemberian uang tersebut, Fredrik mengaku tidak tahu.
Mengenai pemberian uang dari kapolres tersebut, diluruskan oleh saksi dari pihak terkait Jonas Daniel Katoppo. Jonas mengaku melaporkan PPD Mimika Baru kepada kepolisian yang terus berupaya mengulur-ulur waktu rekapitulasi.
“Kami sudah 5 hari pleno rekapitulasi, sementara sebagian besar kotak belum dihitung. Mereka minta skors dengan alasan masalah operasional untuk makan. Karena itu kapolres langsung bertemu dengan PPD dan memberikan uang itu. Bukan uang untuk jaminan, tapi uang operasional mereka untuk makan supaya proses perhitungan dilanjutkan,” kata Daniel menjelaskan. (Ong)
You may like
-
Unjuk Rasa Antirasis di Timika Berakhir Rusuh
-
Pascarusuh di Papua Barat, Pengamanan Areal Freeport Ditingkatkan
-
Kapolri Tempatkan Lulusan Terbaik Akpol 1990 Pimpin Polda Papua Barat
-
Dandim 1710 Mimika: Petugas Pengamanan Pemilu Di Kecamatan Alama Diserang KKSB
-
Longsor di Mil 74 Tembagapura, Aktivitas Pabrik Pengolahan Bijih Terhenti
-
3 Tersangka Makar Asal Timika Dikirim ke Polda Papua