Connect with us

Nasional

KPK Periksa 6 Pejabat Pemprov Papua Terkait Korupsi Peningkatan Jalan Kemiri-Depapre

Published

on

JAYAPURA, HaIPapua.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 6 pejabat Pemerintah Provinsi Papua terkait pengadaan pekerjaan peningkatan jalan Kemiri-Depapre di Kabupaten Jayapura senilai Rp89 miliar yang bersumber dari APBD Perubahan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2015.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan ke-6 pejabat yang diperiksa diantaranya Sekretaris Daerah Papua, berinisial HD selaku penanggung jawab unit layanan pengadaan (ULP) Papua. Asisten II Sekda Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat berinisial EL selaku pengarah ULP dan Ketua ULP 2015. Turut diperiksa, Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan, Jembatan dan Bina Teknik Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PU Provinsi Papua.

“Ke-6 orang ini diperiksa sebagai saksi proyek pengadaan pekerjaan peningkatan jalan Kemiri-Depapre. Pemeriksaan dilakukan di Mapolda Papua dari 22 hingga 26 Januari mendatang,” kata Febri melalui telepon selulernya, Senin (22/1/2018).

Dalam pemeriksaan ini, kata Febri, penyidik mendalami proses pengadaan dan penunjukan pemenang dalam proyek pengadaan pekerjaan peningkatan jalan Kemiri-Depapre. “Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan 2 orang tersangka dan memeriksa 51 orang saksi,” kata Febri.

(Baca Juga: John Djonga: Tanpa Pengawasan, Program Jokowi di Papua Tidak akan Berhasil)

Sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Kepala Dinas PU Provinsi Papua berinisial MK terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan peningkatan jalan Kemiri-Depapre, 3 Februari 2017 lalu. Dari pengembangan kasus, penyidik KPK kembali menetapkan seorang tersangka berinisial DM pada 22 Maret 2017.

“Proyek peningkatan jalan Kemiri-Depapre ini diduga merugikan keuangan negara senilai Rp42 miliar dari biaya sesungguhnya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa,” kata Febri.

Tersangka MK selaku Kepala Dinas PU Papua sekaligus Pengguna Anggaran (PA) diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi pada proyek ini.

Atas perbuatannya, MK disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sementara, tersangka DM selaku pemegang saham mayoritas PT BEP melalui PT MJM diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi pada proyek ini.

Atas perbuatannya, MK disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (Rex)

Komentar
Continue Reading
Advertisement