Published
6 tahun agoon
TIMIKA, Kabartanahpapua.com – Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto mengakui pihaknya paling bertanggung jawab dalam kasus pembubaran pleno KPUD Mimika dan pengrusakan di Hotel 66 yang dilakukan sekelompok massa pendukung Hans Magal-Abdul Muis (HAM) yang terjadi Sabtu (12/5/2018) lalu.
“Pada institusi kepolisian, tanggung jawab tidak bisa didelegasikan, tapi tugas bisa didelegasikan sehingga tanggung jawab ada ditangan saya. Kalau ditanya siapa yang salah, ya saya. Kalau delegasi tugas, sudah ada orang-orang yang ditunjuk untuk itu. Kita punya penjabat yang menentukan untuk itu, tapi itulah kenyataannya,” kata Agung di Timika, Kamis (17/5/2018) kemarin.
(Baca Juga: Kapolres Mimika Janji Usut Tuntas Aksi Anarkis Pendukung Paslon HAM di Hotel 66)
Agung mengungkapkan bahwa dirinya yang berinisiatif mendorong KPUD Mimika melaksanakan rapat pleno penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pasalnya, KPU Provinsi telah memberi batas waktu bagi KPUD Mimika untuk menentukan DPT hingga Rabu (16/5/2018).
“Jadi kami ingin mengakselerasi KPUD, setelah mereka diaktifkan kembali. Ada hal yang mesti diselesaikan yang ditinggalkan oleh KPU Papua yakni kepastian nasib paslon Philbas dan belum selesainya penetapan DPT Mimika yang juga berpengaruh pada tahapan pilkada Papua,” kata Agung.
Pertemuan berlangsung sehari sebelum kejadian (Jumat), yang dihadiri perwakilan dari Polda Papua, Polres dan 4 komisioner KPUD. Dalam pertemuan itu, kata Agung, KPUD akhirnya sepakat untuk melaksanakan pleno KPUD. Dia pun berinisiatif memesan Ruang Serbaguna Hotel 66 dengan pertimbangan kapasitas ruangan yang bisa menampung undangan pleno KPUD sebanyak 150 orang.
“Betul, saya yang memesan tempatnya karena kami ingin memastikan pleno tetap harus dilaksanakan. Kami tidak pernah berfikir besok akan ada kejadian, dan kami hanya ingin faktor kecepatan. Saya pesan tempat atas nama Kapolres dan saya pesan untuk kegiatan pukul 19.00 WIT,” ujar Agung.
“Jadi saya sampaikan, kepolisian bertugas untuk membackup penuh KPUD agar dapat bekerja dengan aman dan nyaman. Dan kita ada etika kelembagaan, tolong kalau ada perubahan terhadap jadwal agar kami dihubungi. Kunci etika itu ada 3 yakni komunikasi, koordinasi, dan kerja sama. Komunikasi memainkan peran sangat penting, jadi kalau ada perubahan sekali lagi tolong kami diberitahu,” kata Agung mengulang pesannya kepadanya komisioner KPUD Mimika.
Pada hari Sabtu (12/5) sebelum kejadian, kata Agung, jadwalnya cukup padat dari pagi hari sekitar pukul 06.30 WIT mengikuti kegiatan PPRC di Bandar Udara Mozes Kilangin dan dilanjutkan kegiatan di Kwamki Narama pada siang hari.
Agung bahkan mengaku sempat makan siang bersama guru-guru TK Bhayangkari di Hotel 66 dan kegiatan itu selesai sekitar pukul 15.00 WIT. “Sebelum meninggalkan hotel, saya sempat bertanya kepada pengelola hotel, siapa yang akan menggunakan ruang serbaguna dan dijawab Bhayangkari,” kata Agung.
(Baca Juga: Akhirnya Permainan Kotor KPUD Mimika Terbongkar)
Sekitar Pukul 16.30 WIT, Agung mendapat laporan dari Kasat Intel Polres Mimika bahwa sekelompok massa dari Lapangan Timika Indah bergerak ke Hotel 66. Saat tiba di Hotel 66, Agung sempat bertemu dengan massa yang sudah melakukan pengrusakan. Di Hotel 66, Agung sempat meminta Ketua KPUD Mimika Theodora Ocepina Magal untuk ikut dan menjelaskan kejadian namun ditolak.
“Saat itu saya sempat menanyakan komitmen Ibu Ketua KPUD (Ocepina Magal), kenapa memindahkan jadwal pleno tanpa memberitahu kepolisian, tapi dia hanya diam,” kata Agung.
“Kesalahan kami karena terlalu percaya kepada orang dan kami terlalu berpikiran positif padahal potensi untuk tidak komunikatif itu ada karena Ketua KPUD adik kandung Hans Magal. Jadi sebetulnya manusiawi kalau tidak menginformasikan, yang salah tetap saya. Sekali lagi saya tidak menyalahkan siapapun, tetap tanggungjawab keamanan di tangan saya sebagai Kapolres dan saya berjanji saat itu untuk mengusut tuntas kasus ini,” kata Peraih Adhy Makayasa Akpol 87 ini menambahkan.
Menurut Agung, para komisioner KPUD Mimika mengalami demotivasi pasca ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pemilu oleh Gakkumdu Provinsi Papua. Diapun tidak heran jika kemudian para komisioner ini tidak produktif lagi mengurus tahapan pilkada Mimika setelah diaktifkan kembali oleh KPU Papua.
“Dalam pertemuan yang selalu mereka tanyakan justru nasib mereka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kami sampaikan bahwa kami hanya bisa melakukan monitoring dan laporan yang kami terima kasus mereka sudah dilimpahkan ke Kejaksaan dan dinyatakan P-21,” kata Agung.
(Baca Juga: Sidang Pidana Pemilu Komisioner KPUD Mimika Rencana Dipindah ke Jayapura)
Agung mengatakan, para komisioner ini akhirnya mau untuk mengikuti saran kepolisian menggelar pleno DPT setelah mereka diberitahu bahwa ada konsekuensi hukumnya. Jika mereka tidak segera menetapkan DPT Kabupaten Mimika maka bisa dikatergorikan menghambat tahapan pilkada Mimika dan Provinsi Papua.
“UU Pemilu itu aspeknya pidana, berbeda dengan sengketa pilkada. Nah, kalau pidana pemilu itu ranahnya Gakkumdu, didalamnya ada kepolisian dan jaksa, dan nanti muaranya ke pengadilan dan ada ancaman pidana. Kalau sengketa pilkada tidak. Untuk ancaman pidana, hukumannya akan ditanggung oleh individu-individunya dan bukan kolektif KPUD. Wawasan inilah yang kami sampaikan kepada KPUD sehingga mereka mau melaksanakan pleno, walau hasilnya seperti kemarin,” kata Agung. (Ong)
Beri Kesempatan Untuk OAP, Pemkab Mimika dan MRP Papua Tengah Gelar Rapat Koordinasi
Kunjungi Mimika, Yorrys Raweyai Tinjau Kesiapan Pemilu
KPU Simulasikan Perhitungan dan Pemungutan Suara, Ini Tata Caranya Pencoblosan Pemilu 2024
KPU Provinsi Papua Tengah Tinjau Kesiapan Logistik Pemilu di Mimika
Panwaslu dari 18 Distrik di Mimika Ikut Bimtek Sengketa Cepat Antar Peserta Pemilu yang Digelar Bawaslu
KPU Papua Tetapkan Eltinus Omaleng Sebagai Bupati Terpilih Kabupaten Mimika