Connect with us

Nasional

Jend TNI (Purn) Moeldoko: Bangsa ini Butuh Contoh Nyata

Published

on

JAKARTA, Kabartanahpapua.com – Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengapresiasi perjuangan dua pendaki putri dari tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala-Universitas Parahyangan Bandung (WISSEMU), Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari yang berhasil menaklukkan tujuh puncak gunung tertinggi dunia.

Didi, panggilan akrab Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda menyempurnakan empat tahun sejarah pendakian mereka setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak Everest (8.848 m) pada Kamis (17/5/2018), pukul 05.50 waktu Kathmandu atau 07.05 WIB.

(Baca Juga: Moeldoko: Untuk Jadi Pemenang, Petarung yang Hebat Harus Selalu Berpikir Optimis)

Kedua pendaki putri ini memulai ekspedisi seven summits dari Indonesia dengan menaklukkan puncak Carstensz Pyramid (4.884 m) di Papua yang merupakan puncak tertinggi di lempeng Australiasia pada 13 Agustrus 2014. Selanjutnya menaklukkan Gunung Elbrus (5.642 m) di lempeng Eropa pada 15 Mei 2015, lalu Gunung Kilimanjaro (5.895) di lempeng Afrika pada 24 Mei 2015.

Petualangan keduanya berlanjut dengan menaklukkan Gunung Aconcagua (6.962 m) di lempeng Amerika Selatan pada 30 Januari 2016, lalu Gunung Vinson Massif (4.892 m) di lempeng Antartika pada 4 Januari 2017, dan Gunung Denali (6.190 m) di lempeng Amerika Utara pada 7 Juli 2017.

“Selamat atas prestasi luar biasa ini. Kalian telah menjadi kebanggaan bangsa, menggelorakan nama Indonesia di dunia internasional, sehingga orang luar tak bisa lagi menyepelekan negara kita,” kata Moeldoko di Bina Graha, Kantor Staf Presiden, Jumat (8/6/2018).

Moeldoko menegaskan, bangsa ini perlu banyak contoh nyata. “Yang penting contoh, teladan, tak perlu banyak bicara. Sama seperti Presiden Jokowi, tidak banyak bicara, tapi banyak membangun dan menyejahterakan warga,” ujar Moeldoko.

Panglima TNI 2013-2015 ini mengungkapkan bahwa perjuangan seperti yang dilakukan Didi dan Mathilda tidaklah mudah. “Mereka ini orang-orang hebat, yang selalu menjadikan tantangan sebagai kebutuhan. Semangat menghadapi tantangan ini harus diviralkan kepada generasi millenial,” papar Moeldoko.

Atas inspirasi dua pendaki Unpar ini, menurut Moeldoko, sangat layak untuk mengangkat keduanya menjadi semacam ‘brand ambassador’ atau duta bangsa. “Misalnya sebagai duta antinarkoba. Karena sangat ironis, saat mereka bisa berprestasi hebat, namun anak-anak muda lain berkubang dengan penyalahgunaan narkoba,” ungkapnya.

Selain itu, keberhasilan Didi dan Mathilda diharapkan dapat memacu semangat atlet Indonesia dalam Asian Games 2018 untuk mencapai prestasi terbaik.

Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko bersama Tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala-Universitas Parahyangan Bandung (WISSEMU), diapit dua pendaki putri Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari. (ist/KSP)

Bersama Mengatasi Perbedaan

Didi dan Mathilda menyatakan rasa syukurnya karena Sang Merah Putih dapat berkibar di tujuh puncak dunia. “Keberhasilan ini kami persembahkan untuk persatuan bangsa. Untukmu Indonesia,” kata Mathilda.

Mereka pun bercerita tentang beratnya tantangan di masing-masing gunung. “Yang paling berat di Denali, Alaska. Selain karena dingin, di sana kami harus membawa sendiri beban masing-masing seberat 40 kilogram,” kenang Didi.

(Baca Juga: Presiden Ingatkan Kaum Muda Agar Tidak Lupa Pancasila)

General Manager WISSEMU Sebastian Karamoy mengatakan, proyek Seven Summit ini dijalani dengan jatuh bangun selama empat tahun, baik dalam mempersiapkan pendaki, tim, maupun juga sumber daya ekonominya. “Tak banyak yang mau jadi sponsor atau berinvestasi pada kegiatan ini, karena termasuk olahraga berisiko tinggi,” jelasnya.

Dengan kebersamaan, tim pecinta alam Universitas Parahyangan menyatukan tekad mengatasi perbedaan yang ada. Apalagi mereka terpacu karena jumlah pendaki perempuan yang berhasil mencapai tujuh puncak gunung di dunia ini tak sampai 100 orang. “Kami dalam tim ini berbeda agama, beda umur, beda generasi, tapi punya satu mimpi dan tujuan yang sama,” ungkapnya.

Sebastian mengungkapkan, selama 37 tahun anggota organisasi pencinta alam Universitas Katolik Parahyangan, Mahitala menempa diri di Situ Lembang Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Selain mengasah fisik di markas pelatihan Kopassus itulah mereka berlatih menguatkan ‘esprit de corps’ agar terbentuk rasa kebersamaan yang tinggi. “Kami Ingin berlatih di sana kembali,” kata Sebastian. (Fox)

Komentar