Connect with us

Tanah Papua

Gubernur Papua: Jang Ko Bilang KKB, Mereka itu Pejuang Kemerdekaan Papua

Published

on

JAYAPURA, KTP.com – “Mereka datang mengepung kamp tempat kami menginap. Saat itu jumlah kami ada 25 orang, sementara jumlah mereka sekitar 30 hingga 40 orang yang membawa senjata api dan senjata tajam seperti panah dan parang.

Kami lalu digiring ke Kampung Karunggame, Distrik Yigi. Di tempat itu ada banyak rekan-rekan mereka yang sudah menunggu, yang juga membawa senjata api dan senjata tajam. Kami bermalam di pinggir Kali Karunggame, dalam kondisi tak memakai baju dan tangan terikat.

Keesokan harinya, kami lalu digiring ke bukit Puncak Kabo. Di sana sebagian dari kami diinterogasi dan dipaksa mengaku anggota TNI. Kami disuruh berbaris dalam kondisi jongkok, sementara mereka menari-nari sambil berteriak-teriak. Selanjutnya, mereka lalu menembaki kami dan ada juga yang menyerang menggunakan parang dan panah.

(Baca Juga: Kesaksian Korban Selamat dari Pembantaian Biadab KKSB di Nduga)

Setelah puas, mereka lalu meninggalkan kami. Saat itu ada 5 rekan kami yang mencoba melarikan diri, namun dilihat oleh mereka dan kembali dikejar. Saat tertangkap mereka langsung digorok. Ketika situasinya sudah mulai sepi, kami 6 orang yang masih hidup lalu berusaha melarikan diri dari tempat itu dan lari berpencar.

Saya tidak tahu kondisi teman yang lain, saya hanya berlari bersama Jefrianto (25) dan akhirnya kami bertemu Martinus Sampe (25) dan Ayub di Pos TNI Yonif 755/Yalet di Distrik Mbua.”

Kesaksian Jimmy Aritonang, pekerja PT Istaka Karya yang lolos dari pembantaian yang dilakukan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) atau yang menamakan diri Tentara Pembebasan Papua-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) ini sontak mengundang kecaman dari berbagai pihak.

Sebuah kekejian di luar batas kemanusiaan yang hampir sama digambarkan dalam film Gerakan 30 September, peristiwa pembantaian di lubang buaya tahun 1965 lalu.

“Empat orang pekerja yang lolos dari pembantaian itu mungkin rencana Tuhan, untuk menunjukkan siapa sebenarnya yang melakukan kekejaman dan pelanggar HAM di tanah Papua,” kata Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi.

(Baca Juga: Kodam Cenderawasih Kecam Tindakan Brutal KKSB di Kabupaten Nduga)

Menurut Aidi, aksi KKSB ini sudah menunjukkan kekejaman luar biasa, karena aparat yang hendak mengevakuasi jenazah pun diberondong tembakan. “Bagaimana pun kami tetap menghargai jasad manusia, sehingga setelah perang kami mengumpulkan jenazah tanpa membedakan kawan atau musuh untuk dimakamkan,” ujar Aidi geram.

Pada Juli 2018 lalu, kata Aidi, KKSB pimpinan Egianus Kogoya ini menembaki pesawat dan membantai warga sipil di Bandar Udara Kenyam. Hampir serupa yang dilakukan di Distrik Yigi, mereka menyandera warga sipil dan dalam kondisi berlutut mereka lalu menembaki dan menebas dengan parang.

Seorang anak bahkan kini hidup sebatang kara dalam kondisi cacat setelah wajahnya dibacok dengan parang dan kedua orang tuanya dibantai saat itu. “Mereka itu (KKSB) lebih binatang daripada binatang, lebih iblis daripada iblis,” kata Aidi.

Kecaman serupa disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menilai tindakan KKSB tersebut sudah di luar batas kemanusiaan. “Tindakan KKSB ini sudah di luar batas kemanusiaan. Mereka harus ditindak tegas tanpa kompromi,” kata Tjahjo di Jakarta beberapa waktu lalu.

(Baca Juga: Aksi Tidak Manusiawi KKSB Harus Ditindak Tegas Tanpa Kompromi)

Tjahjo pun mengajak pemerintah dan masyarakat Papua mengutuk kekejaman KKSB yang telah mengganggu jalannya kegiatan pembangunan di Provinsi Papua.

“Jajaran Pemerintah Daerah Provinsi, termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan masyarakat Provinsi Papua agar bersatu membangun Papua dan menolak segala propaganda KKSB yang mengganggu pembangunan,” ujar Tjahjo.

Aparat TNI-Polri melakukan evakuasi jenazah pekerja korban pembantaian KKSB di bukit Puncak Kabo, Kabupaten Nduga. (ist)

Pejuang Kemerdekaan Papua

Dua pekan berselang, Gubernur Papua Lukas Enembe angkat bicara mengenai peristiwa pembantaian di Kabupaten Nduga. Tak ada simpati sedikitpun terlontar dari mulutnya, bahkan dia dengan bangga menyebut pelaku pembantai sebagai pejuang kemerdekaan Papua.

“Bukan kelompok KKB (kelompok kriminal bersenjata), mereka pejuang kemerdekaan Papua. Jang ko bilang KKB, ini orang minta merdeka. itu saja,” ujar Enembe memotong perkataan seorang wartawan yang menyebut pelaku adalah KKB dalam wawancara di Jayapura, Senin (17/12/2018) kemarin.

Politisi Partai Demokrat ini balik menuding pemerintah pusat sebagai pemicu pembantaian pekerja di Kabupaten Nduga karena selama ini tidak pernah menjawab aspirasi merdeka dari KKSB.

“Solusinya bagaimana, ini yang harus negara pikirkan. Karena bertahun-tahun mereka (KKSB) bicara merdeka, lalu kita tak bisa selesaikan. Tidak boleh orang Papua jadi korban terus. Sejarah perjalanan orang Papua ini penuh liku-liku dan harus diselesaikan,” kata mantan Bupati Puncak Jaya dan kini menduduki jabatan Gubernur Papua periode kedua.

(Baca Juga: Presiden Perintahkan Panglima TNI dan Kapolri Tangani Kasus Pembantaian Pekerja di Nduga)

Menurut Enembe, sejak awal KKSB ini telah menolak pembangunan jalan Trans Papua karena menganggap bahwa jalan itu akan dipakai membunuh mereka.

“Contohnya sekarang, Tingginambut di Puncak Jaya yang menjadi basis Goliat Tabuni telah dikuasai oleh TNI. Karena itu mereka selalu menolak pembangunan termasuk jalan ini,” kata dia.

Ia juga menuding TNI turut berperan sehingga terjadi pembantaian pekerja jembatan Kali Yigi dan Kali Aurak di Distrik Yigi, Minggu (2/12/2018). Pasalnya, kata Enembe, TNI adalah pemenang tender pembangunan jalan Wamena, Habema, Kenyam hingga Mumugu.

“Pembangunan jalan di Nduga itu tendernya dimenangkan TNI. Kita semua tahu TNI yang kerja. Kalau TNI yang menang tender seharusnya mereka yang kerja, jangan taruh masyarakat di sana. Apakah PT Istaka cuma kedok, tapi TNI yang kerja, kelihatannya begitu,” papar Enembe.

Berbeda dengan keinginan Presiden Jokowi yang menghendaki pembangunan jembatan di ruas Wamena-Mumugu ini terus dilanjutkan, Enembe justru meminta agar pembangunan dihentikan.

“Saya punya berpengalaman cukup lama, mereka minta merdeka. Mereka tidak butuh pembangunan dan itu dari dulu,” kata Enembe.

Politisi yang kini coba merapat ke kubu Jokowi-Ma’ruf, berdalih jika ingin menyejahterakan rakyat Papua bukan dengan memberikan proyek kepada TNI, tapi mempercayakan pembangunan itu dikerjakan warga setempat.

“Di Papua itu kalau mau buat sejahtera, kasih pekerjaan anak-anak setempat. Biar mereka sendiri yang kawal, itu baru aman,” ucap Enembe.

(Baca Juga: Tak Ada Tempat untuk Kelompok Kriminal Bersenjata di Tanah Air)

Dalam jumpa pers di Jakarta awal Desember lalu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa pembangunan ruas jalan Trans Papua yang menghubungkan Wamena, Kabupaten Jayawijaya dengan Mumugu, Kabupaten Asmat sepanjang 278,6 kilometer telah selesai dibangun sejak awal 2017 lalu. Saat ini, kata Basuki, sedang dilakukan pembangunan 35 jembatan yang ada di ruas jalan itu.

“Dari total 35 jembatan yang ada di ruas jalan itu, 14 di antaranya dibangun oleh PT Istaka Karya (Persero) dan 21 jembatan dibangun PT Brantas Abipraya (Persero). Saat ini ada 11 jembatan yang sedang dikerjakan PT Istaka Karya,” papar Basuki. (Ong)

Komentar